Pages

Subscribe:

Kamis, 15 September 2011

Kemiskinan Sebagai Masalah Ekonomi dan Ekologi

Share
KEMISKINAN SEBAGAI MASALAH EKONOMI DAN EKOLOGI
Kemiskinan sebagai masalah ekonomi dan ekologi merupakan suatu masalah yang kompleks dan tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lain atau dengan kata lain masalah-masalah ini mempunyai keterikatan yang bahkan saling menyumbang antara satu dengan yang lain. Untuk itu dalam bahasan selanjutnya akan coba di petakan masalah-masalah ini sedemikian rupa.

SISTEM EKONOMI YANG MENGAKIBATKAN KEMISKINAN MAUPUN PEMISKINAN
Ekonomi kita sudah mencapai saat dimana harus diperbaharui. Karena perekonomian baik teori maupun praktek tidak mampu menyelesaikan dilema utama ekonomi itu sendiri, misalnya kemiskinan, degenerasi lingkungan, dan pengangguran .
Sejak 1948 terjadi suatu gebrakan besar-besaran yang dilakukan dunia barat terhadap perekonomian global dengan dimunculkannya suatu gerakan “Big Push”, untuk mengatur mesin ekonomi Negara-negara berkembang (Dunia ketiga). Bangsa barat diajak untuk memberikan modal dengan jangka waktu pengembalian 25-30 tahun dan juga perluasan modal untuk pengembangan teknologi di dunia ketiga.
Gerakan yang dimulai dari 1948 ini memberi dampak yang berkesinambungan hingga mencapai 1990an. Dan gerakan ini dinilai gagal karena hanya menguntungkan dunia barat saja. untuk itu bagi sebagian para ekonom gerakan ini merupakan titik awal suatu eksploitasi ekonomi global yang dilakukan oleh dunia barat (Amerika, Eropa, Rusia, dll) terhadap dunia ketiga (Asia, Afrika, Amerika Latin) .
Pada tahun 1968, seluruh Negara-negara maju (kaya) yang bergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa berkomitmen untuk mengalokasikan 7% dari produk bruto nasional mereka untuk bantuan keuangan kepada negara-negara berkembang. Namun persetujuan tersebut tidak terlaksana oleh Negara-negara maju tersebut, hanya Belanda dan Skandinavia saja yang menepati komitmen tersebut. 
Dari dua gerakan besar tersebut kemiskinan sebagai masalah Ekonomi saja harus dimengerti dalam rangka “ketidakadilan ekonomi”, ketidakadilan tersebut terjadi dalam hubungan ekonomi global, baik dalam bentuk real (impor ekspor barang jasa) maupun dalam bentuk moneter (pinjaman uang) . Dengan demikian, sistem ekonomi global yang telah menyebarkan keuntungan/manfaat perdagangan global dan spesialisasi secara merata tidak dapat dikatakan telah berfungsi sempurna apalagi disebut telah membawa keuntungan.
Dampak dari ketidakadilan ekonomi adalah ketidakmerataan dan eksploitasi yang mengakibatkan ketegangan dan konflik. Meskipun konflik itu kebanyakan diungkapkan dalam bentuk konflik etnis, tetapi isu-isu yang melatarbelakangi sering kali berdasarkan pada perbedaaan kelas, dan berakar di dalam struktur-struktur dari sistem ekonomi global. Di saat meningkatnya disparitas dan resistensi sosial itu, rakyat harus makin diatur dengan cara menerapkan represi yang keras. Maka, terjadilah suatu situasi ekonomi global yang kuat yang ditandai dengan suatu ekonomi militer. Dan bangsa-bangsa yang menduduki posisi pemimpin dunia adalah para produsen senjata terbesar seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan Cina yang mengekspor lebih dari 85% persenjataan dunia, dan Amerika Serikat sebagai pengekspor terbesar senjata-senjata pemusnah massal. Belum lagi jika kita melihat masalah ini dari pihak lain yaitu technocapitalism. Sejak awalnya, teknologi dan kapital sudah saling terikat dengan begitu rumit: kemajuan teknologi menetukan persaingan dan pertumbuhan di kalangan kapitalis. Di mana pun, proses-proses komoditisasi dan mekanisasi bergerak secara simultan. Akan tetapi, logika technocapitalism pada akhirnya bersifat tidak logis. Ia membinasakan integrasi alamiah dari kehidupan planet dan mengancam kelangsungan hidup. Kehidupan manusia dipaksa untuk memprosuksi barang-barang untuk dipasarkan (ekspor), dan bukan untuk kebutuhan mereka sendiri saja. Hutan-hutan tropis dan karang di laut misalnya, dirusak demi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Agrobisnis, industri manufaktur, persenjataan nuklir, pembuangan limbah beracun, dan sebagainya mencemari bumi, udara dan air .

EKOLOGI
Dewasa ini, lahir berbagai masalah lingkungan yang disebabkan oleh pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang terboroskan. Kesadaran tersebut lahir setelah ada dampak yang ditunjukan oleh alam sebagai akibat dari kerusakan alam yang terjadi. Tentunya seperti pencemaran udara, air, tanah (polusi); perusakan tanah subur menjadi padang gurun; pengurasan sumber-sumber daya alam yang tak tergantikan seperti hujan tropis; perubahan iklim global sebagai akibat dari emisi berbagai jenis gas yang sekaligus merusak lapisan ozon; dan sejumlah masalah lagi. 
Pada awalnya isu lingkungan terbatas pada wilayah tertentu. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan industri serta dampaknya, masalah lingkungan mulai berkembang menjadi isu nasional bahkan internasional. Misalnya tragedi Teluk Minamata Jepang (1959), yaitu timbulnya penyakit akibat tingginya kadar merkuri pada ikan yang dikonsumsi masyarakat. Tumbuhnya perhatian secara global terhadap masalah lingkungan juga dipicu oleh keinginan untuk konservasi lingkungan dan pengungkapan pentingnya masalah biosfer bagi kehidupan manusia dalam konferensi masalah biosfer di Paris, Prancis (4-13 september 1968) .
Dalam perkembangannya, masalah lingkungan diangkat dalam berbagai seminar Internasional yang membahas tema-tema tertentu seperti konservasi sumber daya alam, polusi/pencemaran laut, darat, dan udara serta dampak industrialisasi, keanekaragaman hayati, perpindahan limbah beracun, pemanasan global atau pengendalian perubahan iklim dan sebagainya. Perhatian lebih serius dan sistematis dalam skala global mulai dilakukan oleh PBB terutama dalam kerangka Konferensi Stockholm (1972).  Yang dipandang sebagai penanda mulainya pemecahan kelembagaan dan kerja sama internasional komperhensif terhadap masalah-masalah lingkungan di bawah payung PBB.
Pada 3-14 juni 1992 di Rio de Janerio diselanggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi. Ini merupakan salah satu KTT yang terbesar sekaligus merupakan tanda bahwa lingkungan benar-benar rusak dan sudah mulai direspon oleh masyarakat secara global. Meskipun perhatian PBB terus berlanjut, namun manfaat praktis belum banyak dirasakan, sehingga dalam KTT Johanesburg, 26 Agustus s/d 9 September 2002, dorongan untuk melaksanakan komitmen lingkungan lebih keras disuarakan. Dalam KTT Johanesburg 2002 tersebut, dihasilkan tiga dokumen pokok mengenai rencana implementasi pembangunan berkelanjutan. Deklarasi Johanesburg merupakan komitmen politik untuk mendukung rencana implementasi dan rencana kerja kemitraan di bidang air, energi, kesehatan, pertanian, keanekaragaman hayati dan pengelolaan ekosistem.

MASALAH-MASALAH EKOLOGI SEBAGAI DAMPAK DARI PERTUMBUHAN EKONOMI

1.    PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan Global atau yang biasa disebut juga sebagai perubahan iklim merupakan peningkatan suhu sebagai akibat dari peningkatan emisi gas rumah kaca chlorofluorocarbons (CFC).
Aktfitas manusia dapat meningkatkan gas-gas rumah kaca yang mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Hal ini kemudian disebut sebagai disebut sebagai efek rumah kaca antropogenik.  Kontribusi gas polutan ini secara relatif terdiri gas karbondioksida (CO2) berkisar hingga 50% dan nitratoksida 4-6 %, sebagian besar berasal dari pembakaran energy minyak bumi dan industri; metana (CH4) 14-16% yang berasal dari proses pertanian dan peternakan, CFC 18% dari industri , serta tropospheric ozon, dan lain-lain sampai dengan 12%.
Perubahan suhu  bumi meningkat sekitar 0,4oc. Kenaikan suhu in walaupun kecil dan perlahan namun akan memberikan dampak yang luar biasa secara global. Dampak itu antara lain berupa kenaikan permukaan laut, yang pada gilirannya bisa meningkatkan banjir, hilangnya wilayah daratan dan permukiman dataran rendah, perubahan musim, kerugian pertanian dan lain-lain, serta dapat berakibat sangat fatal pada kehidupan manusia pada satu tempt dan global.
Implikasi lebih lanjut dari dampak fisik adalah pengaruhnya pada manusia . Salah satunya adalah masalah produksi pertanian terkait dengan keamanan pangan dunia. Daerah-daerah dataran luas seperti Amerika dapat mengalami kehancuran panen pertanian. Jika terjadi demikian, maka harga pangan dunia akan semakin meningkat dan dampaknya bagi Negara-negara miskin di dunia ketiga sebagai pengimpor bahan makanan akan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.
Implikasi lain adalah hilangnya banyak hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kehilangan hutan (deforestasi) pada gilirannya berdampak pada pemanasan karena berkurangnya kemampuan untuk menyerap CO¬¬2. Demikian pula upaya-upaya adaptasi terhadap iklim baru dapat memerlukan biaya yang sangat besar , seperti pembangunan kembali infrastruktur wilayah dan kota-kota pantai, Peningkatan permintaan listrik untuk pendinginan, terganggunya suplai air bersih dan penurunan derajat kesehatan.

2.    HUJAN ASAM
Fokus 20 tahun terakhir ini juga bukan hanya persoalan pemanasan global saja, tetapi juga masalah Hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida yang dihasilkan oleh cerobong-cerobong asap pabrik industri.
Dampak dari Hujan asam ini sangat terasa pada dunia barat. Namun tidak tertutup untuk dunia ketiga juga merasakannya. Dampak dari hujan asam sangat membahayakan bagi lingkaran kehidupan alam. Hujan asam pada dasarnya membawa zat belerang yang tidak baik bagi kesuburan tanah maupun sungai dan danau, dilaporkan bahwa 50% tanah di Eropa sudah tidak bisa difungsikan lagi sebagai dampak dari hujan asam. Dan sungai-sungai pun ikut tercemar.
Dampak dari Hujan Asam akan terasa apabila Keanekaragaman hayati tidak akan lagi berfungsi. Fungsi-fungsi biologis alam kemudian akan diganti dengan alat-alat teknologi yang bertujuan untuk menyeimbangkan alam, tetapi malah merusak.

3.    LIMBAH KIMIA BERACUN
Ruang lingkup kontaminasi kimia diseluruh dunia tampaknya melebihi perkiraan sebelumnya oleh para ahli. Dilaporkan bahwa tanah, air permukaan dan air tanah seluruh dunia telah terkontaminasi. Diperkirakan bahwa dalam jangka waktu tiga tahun saja ada 750 juta ton limbah yang terbuang. Sementara beberapa langkah telah diambil oleh produsen kimia dengan bersikap acuh tak acuh dan terus membuang limbah beracun.
Tahun 1984 merupakan salah satu bencana yang menguncang industri kimia dunia yaitu bencana Union Carbide di Bhopal, India, di mana 3500 orang meninggal dan puluhan ribu orang cacat, banyak penelitian mengatakan bahwa Dunia Ketiga membayar harga lebih mahal dalam bentuk kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pestisida setiap tahun di dunia ketiga menyebabkan kematian sekitar dua puluh ribu orang dan penyakit selama beberapa ratus ribu orang. Dunia ketiga juga semakin menjadi tempat pembuangan untuk zat berbahaya dilarang di Negara-negara industri, dalam sebuah ironi mengerikan, Amerika Serikat masih menghasilkan zat DDT yang dilarang namun di ekspor ke Negara-negara berkembang.


Dari ketiga dampak ekologi tersebut, dapat disimpulkan berpengaruh pada ekonomi yang berujung pada kemiskinan. Untuk itu dalam bagian selanjutnya ini, kita akan melihat bagaimana masalah ekologi yang berpengaruh bagi ekonomi yang berujung pada terbentuknya kemiskinan dalam masyarakat terutama masyarakat dunia ketiga.

1)    PERTANIAN
Isu-isu di bidang pertanian, tidak hanya di Dunia Ketiga saja, tetapi juga di Amerika Utara. Seperti yang dilaporkan dalam Beyond Poverty and affluence HLM 25; antara tahun 1950 dan 1987 menurut statistic pemerintahan Amerika Serikat, total output tanaman dan ternak di AS naik 80%, sementara input tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 71% dan input kimia (insektisida, herbisida, dan fungisida) meningkat sebesar 484%. Kemudian, kenyataan yang sama juga bahwa selama periode yang sama, pendapatan usaha tani turun sebesar 32%. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan praktek pertanian tradisional dengan skala besar, monokultur, dan petrokimia. Untuk itu pertanian bergantung pada hal-hal tersebut terutama oleh zat-zat kimia. Pertanian telah menyebabkan gangguan parah yang tidak hanya dari ekosistem yang rumit, tapi juga dari masyarakat pedesaan.
Praktek-praktek pertanian telah menyebabkan pencemaran tanah dan air, erosi, dan penyakit. Tingkat penyakit pertanian kini telah meningkat secara drastis, dimana dua puluh ribu kasus kanker terjadi rata-rata karena terkena residu pestisida dalam hampir setiap makanan. Belum lagi kanker bagi para petani.
Keadaan ini, menjadi semakin buruk. Kemiskinan telah menyerang bagian dari masyarakat pedesaan, kemiskinan mungkin paling nyata dalam krisis utang yang menghancurkan dan menimpa pertanian. Karena ketergantungan pada satu tanaman tunggal atau ternak, skala besar, petrokimia. Juga Karena pestisida berkurang sehingga serangga mulai melakukan pertahanan kekebalan, sehingga input kimia diperlukan dalam skala yang lebih.
Untuk menuntut suatu perubahan ekonomi yang lebih baik, sering diutamakan adalah tujuan utamanya yaitu kemakmuran, sehingga dalam kerangka pertanian dilakukan dalam rangka skala yang besar dan menggunakan bahan-bahan kimia. Namun hal demikian tentu membawa suatu dampak yang tidak baik dan turut mendukung suatu pemiskinan karena pertanian dengan skala yang besar akan mengalami ketergantungan apapun dalam skala yang besar juga. Dan bagaimanapun juga peggunaan pupuk dan sebagainya hanya menambah kerusakan lingkungan (tanah) yang berakibat pada rusaknya tanah sehingga tidak bisa dipakai lagi.


2)    DEFORESTASI
Kehilangan hutan mengakibatkan banyak orang kehilangan kerja dan harus merusak lingkungan yang lain untuk bertahan hidup. Dalam perkembangan sejak 1987, mengemukakan bahwa masalah kemiskinan mendatangkan kerusakan pada lingkungan Deforestasi mengakibatkan erosi yang begitu cepat, banjir, dan perubahan iklim. Hal ini membuat suatu daerah seperti gurun dan rawan untuk ditempati. Bahkan, lembaga survei internasional seperti UNEP memperkirakan bahwa 35% tanah didunia merupakan tahap peggurunan.
Program reboisasi menawarkan sedikit bantuan untuk melawan penggurunan seluruh hutan didunia, walaupun tawaran reboisasi teresebut tidak pernah bisa untuk menguragi jumlah CO2 di atmosfer. Menurut Environmental Almanac 1993, “sekitar 25% dari CO2 dilepas ke atmosfer berasal dari karbon yang dikeluarkan saat hutan ditebang. Dengan demikian Deforestasi lebih lanjut akan mempengaruhi pemanasan global, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kepunahan banyak spesies, habitat, dan perubahan kondisi. Sementara itu, permintaan di belahan bumi utara untuk daging sapi, kayu, dsb, banyak dan begitu murah, ditambah dengan hutang selangit dari Negara-negara dunia ketiga.
3)    ENERGI
Dalam 50 tahun terakhir, populasi dunia telah mengkonsumsi energi lebih banyak daripada seluruh sejarah dunia dari 1945-1950. Penggunaan energi telah meningkat sekitar 5% per tahun, atau dengan kata lain menjadi dua kali lipat dari konsumsi energy empat belas tahun. AS dan Kanada merupakan Negara yang terbesar dalam hal mengkonsumsi energy. Bahkan kedua Negara ini mengkonsumsi energi yang setara dengan dua kali energi Eropa tengah, dan tujuh hingga delapan kali energy orang-orang yang tinggal di Negara-negara berkembang.
Environmental Almanac 1993 menyatakan bahwa “gabungan produksi, distribusi, dan konsumsi energy adalah sumber tunggal terbesar stress pada lingkungan. Hal ini juga menimbulkan ancama bagi kesehatan manusia.”
Sumber utama energi untuk keperluan rumah tangga di Negara-negara miskin adalah kayu, pupuk, dan sisa pertanian. Sedangkan untuk orang di bagian kaya energi adalah masalah harga (minyak, gas, dan listrik). Ketika dunia ketiga menemukan energi, dan jika penduduknya berpindah ke standar hidup yang lebih tinggi daripada tingkat kritis yang tidak memadai dan sekarang hidup dalam penderitaaan, maka salah satu solusinya adalah batubara yang sangat berlimpah di dunia ketiga. Tetapi, ekonom batubara memiliki efek yang merugikan terhadap lingkungan dan akan mengakibatkan sampah yang menumpuk. Sementara itu, diskusi atas kemungkinan energi nuklir dan aplikasinya telah berjalan surut, meskipun fakta bahwa tidak ada solusi telah ditemukan untuk aman membuang limbah nuklir, sementara itu, pembuagan limbah radioaktif di lautan terus berlanjut.


MASALAH-MASALAH EKONOMI YANG BERDAMPAK PADA KEMISKINAN SEKALIGUS EKOLOGI

Dalam menjelaskan pokok bahasan ini, akan banyak muncul tema-tema tentang masalah ekonomi yang berdampak pada kemiskinan sekaligus ekologi, namun akan dibahas hanya satu saja yaitu

HUTANG LUAR NEGERI
Pada awalnya, hutang luar negeri merupakan cara Amerika untuk mengendalikan dunia pada saat itu yang sedang hancur setelah perang dunia kedua. Hanya Amerika saja sebagai Negara yang melakukan perang diluar negerinya sendiri sehingga tidak membawa kehancuran di pihak Amerika.
Mengatasi hal tersebut, maka didirikanlah lembaga-lembaga IMF (International Monetary Fund) dan World Bank. Kedua lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk memperbaiki sekaligus memulihkan kerusakan infrastruktur sebagai akibat dari perang dunia kedua, dan juga sebagai percepatan pembangunan.
Amerika yang sebagai pendiri saat itu tidak hanya memberi bantuan, tapi juga mencar Negara yang mau dibantu seperti Filipina yang ditawarkan hutang dengan bunga yang rendah. Tapi, pada tahun 1982 beban pembayaran bunga pinjaman bank naik drastis. Sehingga dalam perkembangannya hutang luar negeri menjadi sesuatu yang memiskinkan sebuah bangsa. Bukan untuk menolong.
Untuk mengatur dinamika hutang sekarang ada dikenal 4 hukum yang pada dasarnya menggambarkan dengan jelas bahwa meningkatnya kemakmuran bangsa-bangsa kaya terkait erat dengan peningkatan pemiskinan masyarakat miskin. Hukum pertama adalah bahwa Negara-negara miskin harus menanggung beban penuh gejolak eksternal dalam perekonomian dunia, guncangan dimana mereka tidak memiliki kontrol. Hukum kedua adalah bahwa peningkatan hutang meskipun segala upaya yang signifikan pada bagian dari Negara-negara miskin untuk membayar hutang mereka. Hukum yang ketiga adalah hutang meningkat karena upaya Negara-negara miskin untuk melunasi hutang mereka. Sehingga hukum yang keempat yaitu apabila Negara penghutang tidak bisa melunasi hutangnya dalam waktu yang ditetapkan maka, Negara tersebut harus menyesuaikan diri dengan struktur ekonomi dari Negara yang memberikan hutang.
Penyebab masyarkat semakin miskin adalah dengan hukum seperti ini, implikasinya terhadap kehidupan rakyat banyak yang miskin adalah, saat hutang semakin sulit dilunasi, maka Negara yang bersangkuatan akan terus berusaha untuk meningkatkan ekspor dengan harapan untuk mendapatkan mata uang kunci untuk membayar utang mereka, itu berarti alam semakin dikelolah dengan sekeras-kerasnya untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Dan dalam keadaan seperti ini, yang menjadi target adalah masalah ekonomi bukan masalah ekonomi ataupun usaha untuk mengatasi kemiskinan.
Semakin banyak uang yang dipakai untuk membayar hutang, berarti semakin sedikit uang untuk kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pembangunan infrastruktur. Jika saja tidak ada infrastruktur apalagi listrik yang masuk, maka investasi pun tidak akan pernah datang dan hal tersebut akan berakibat pada tidak adanya lapangan pekerjaan, akibat dari tidak adanya lapangan pekerjaan adalah tidak bisa membayar hutang. Demikian seterusnya sistem yang sulit diubah yang hanya membuat generasi ke generasi tetap berada dalam keadaan yang memprihatinkan.

KAPITASLISME
Pada saat ini, dunia di dunia sedang terjadi dua proses yang saling berlawanan yaitu peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang makin melebar. Proses ini merupakan akibat dari sistem kapitalisme yang didasarkan pada persaingan pasar bebas. Pengetahuan manusia dan teknologi meningkatkan produksi. Akan tetapi, dalam mendistribusikan hasil yang melimpah, dipakai aturan main persaingan di pasar bebas dengan ketentuan bahwa mereka yang kuat keluar sebagai pemenang boleh mengambil sebanyak-banyaknya. Maka, penumpukan harta pun terjadi di pihak yang kuat, dan pemiskinan tidak bisa dihindari berlangsung di pihak yang lemah.
Selanjutnya, proses ini diikuti dengan pandangan yang beraneka ragam bahwa masalah kemiskinan adalah masalah orang-orang atau Negara yang miskin itu sendiri. Pandangan ini menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan karena yang bersangkutan itu malas, kurang punya kemampuan untuk berprestasi, atau terperangkap ke dalam sistem nilai budaya yang tidak menghargai kekayaan material. Karena itu, kemiskinan dapat diatasi dengan menggarap Negara miskin tersebut membuatnya lebih bermotivasi untuk bekerja, meningkatkan ketrampilannya, mengubah nilai budayanya, dan sebagainya.

HUBUNGAN ANTARA EKOLOGI DAN EKONOMI SEBAGAI MASALAH KEMISKINAN
Konsep Ekonomi dan Ekologi lebih banyak dipertentangkan daripada digabungkan. Padahal, masalah ekologi itu berkaitan dengan ekonomi yang dapat dirincikan dalam dua hal yaitu ; pertama, sumber-sember daya alam semakin langka karena dikuras habis dan tidak bisa dipelihara. Kedua, hal yang serupa berlaku untuk pengaruh proses produksi atas pencemaran dan bahkan perusakan lingkungan hidup. Untuk itu ada sebagian para ahli yang berpendapat bahwa degradasi ekologi dan kerugian ekonomis adalah dua wajah pada satu mata uang. Perusakan lingkungan menyebabkan kemiskinan, sebagai contoh adalah adanya erosi tanah dan banjir.  Namun untuk masalah kemiskinan dan jika dianggap ekonomi dan ekologi sebagai masalah, maka terlihat banyak sekali perbedaan pendapat antara berbagai para pemikir-pemikir tersebut, kalau ada yang berpikir bahwa Ekonomi, Ekologi dan Kemiskinan sebagai rantai pemberi, penerima maupun penyebab dari kerusakan masing-masing posisi , maka hal yang tidak sama disampaikan oleh Goudzwaard & Lange Harry yang lebih menekankan pada sistem ekonomi yang menindas yang berakibat pada kemiskinan yang lebih menekankan pada keadilan.
Ekonomi pada perkembangannya mengejar pertumbuhan sebagai landasan untuk kemakmuran umum bagi jumlah penduduk yang semakin tinggi, sangat mempertajam masalah ini. Karena semakin tinggi produksi ekonomi, semakin banyak limbah industri, pencemaran udara, pengotoran dan bahkan peracunan tanah dan air karena bekas-bekas bahan kimia (industri maupun pertanian), namun, kemiskinan pun merupakan salah satu faktor  perusakan lingkungan. Banyak Negara miskin dengan utang luar negeri yang besar, berusaha untuk menghasilkan devisa melalui ekspor kekayaan alam. Begitu pula orang miskin sering tak ada pilihan lain daripada, misalnya menebang hutan untuk mencari tanah guna bermukim dan bertani, atau menebang pohon di lereng gunung sebagai bahan bakar untuk masak dan pemanasan. Ini disebabkan Karena jalan pikir ekonomis yang selalu memandang Sumber daya alam dan lingkungan itu gratis, sehingga manusia bisa berbuat apa saja untuk produksi.
Semua masalah yang dihadapi, baik itu masalah ekonomi, ekologi maupun kemiskinan semuanya bercorak global, namun, akibat-akibatnya juga sangat menyangkut kehidupan orang biasa terutama orang miskin.

KETIDAKADILAN EKONOMI, EKOLOGI, DAN KEMISKINAN
Pembahasan ini penting dibahas dalam hubungan ketiga aspek tersebut disebabkan karena korban dari semua musibah-musibah yang terjadi merupakan rakyat biasa, terutama orang miskin. Mereka pada umumnya merupakan korban pertama dari semua musibah, karena tidak mempunyai kuasa dan uang untuk membela diri dan melindungi lingkungan mereka. Hal ini lebih disebabkan karena pelebaran kesenjangan pendapatan di kebanyakan Negara berkembang tidak menguntungkan semua penduduk, orang kaya telah menjadi kaya dan yang miskin menjadi miskin. Berbagai startegi yang dilakukan Negara utara berkaitan dengan perampasan hak-hak dunia ketiga sering dilakukan dalam bentuk yang licik contohnya masalah Hutang luar negeri (Lih. HLM 7) empat hukum tersebut mengatur dinamika utang sampai sekarang. Mereka membuat hukum tersebut dengan jelas bahwa meningkatnya kemakmuran bangsa-bangsa kaya terkait erat dengan peningkatan pemiskinan masyarakat miskin . Untuk itu, kemiskinan bukan hanya masalah manusia, melainkan juga masalah keadilan diantara bangsa-bangsa, hal ini juga ditunjukan saat Negara-negara kaya berkomitmen untuk hidup sesuai dengan janji-janji untuk mengalokasikan dana bagi Negara-negara miskin tapi sampai sekarang tidak pernah terlaksana. Kalaupun itu terlaksana, bantuan tersebut hanyalah berupa hutang yang nanti akan dikembalikan. Selebihnya, tanggung jawab terhadap ekologi seakan-akan menjadi tanggung jawab Negara berkembang saja, padahal masalah ekologi hanya bisa dipecahkan secara global dalam kemitraan antara utara dan selatan. Tanggung jawab utama ada pada Negara-negara yang kaya dan orang kaya di Negara-negara berkembang yang harus mengubah pola produksi dan konsumsi mereka yang mewah dan boros. Perlulah suatu etika pembatasan diri yang didasari pada solidaritas dengan kaum miskin yang tidak bisa hidup secara lebih bersahaja lagi









Baca juga yang lain



1 komentar:

Unknown mengatakan...

tapi kebanyakan kemiskinan itu diakibatkan kurang nya kedekatan dengan sang pencipta dan orang yang ilmu nya sedikit,,

pisbek kalo sempet yah

http://gustav-econimics.blogspot.com/

Posting Komentar

Hai Sobat, Jangan Lupa komentar yah.